Keselamatan ibu dan bayi pada proses persalinan sampai dengan pasca persalinan sangat perlu mendapat perhatian. Salah satu masalah yang dihadapi pada tahap tersebut adalah penyakit tetanus pada bayi (Neonatal tetanus). Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi baru lahir karena dilahirkan di tempat kotor dan tidak steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan sudah maju, tingkat kematian akibat neonatal tetanus dapat ditekan. Antibodi dari ibu kepada bayinya juga mencegah neonatal tetanus. Oleh karena itu salah satu upaya untuk mencegah dengan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) bagi wanita dimulai dari masa anak-anak sampai dengan pada masa kehamilan.
Penyakit tetanus sendiri adalah penyakit yang mempengaruhi sistem urat saraf dan otot oleh karena itu penyakit ini berbahaya. Gejala tetanus diawali dengan kejang otot rahang (trismus atau kejang mulut), pembengkakan, rasa sakit dan kejang di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang segera merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang memproduksi toksin tetanospasmin. Tetanospasmin menempel di area sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong, terbakar, aborsi, narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frostbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat bakteri tetanus berkembang biak.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala mulai timbul di hari ketujuh. Gejala neonatal tetanus mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan benar, penderita tetanus dapat disembuhkan. Penyembuhan tetanus umumnya terjadi selama 4-6 minggu.
Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian vaksinasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi tetanus terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, dengan vaksin TT (Tetanus Toxoid). Dianjurkan imunisasi tetanus setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Wanita hamil sebaiknya mendapat imunisasi tetanus dan melahirkan di tempat bersih dan steril
Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung toksoid Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Vaksin TT dipergunakan untuk pencegahan tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan juga untuk pencegahan tetanus.
Dosis dan Cara Pemberian vaksin harus dikocok dulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan suspensi. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan syringe yang steril harus digunakan pada setiap penyuntikan.
Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap tetanus / tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer 0,5 ml yang diberikan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam dengan interval 4 minggu yang dilanjutkan dengan dosis ke tiga pada 6 – 12 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis TT. Dosis ke empat diberikan 1 tahun setelah dosis ke tiga, dan dosis ke lima diberikan 1 tahun setelah dosis ke empat. Imunisasi TT dapat secara aman diberikan selama masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.
Perlu diketahui imunisasi TT adalah proses membangun kekebalan sebagai pencegahan terahadap infeksi tetanus. Dimana imunisasi tersebut bisa diberikan pada bumil pada trimester I sampai dengan trimester III, yaitu TT pertama dapat diberikan sejak diketahui setelah positif hamil dan TT kedua minimal 4 minggu setelah TT pertama. Sedangkan batas terakhir pemberian TT yang kedua adalah minimal 2 minggu sebellum melahirkan. Dan Akan lebih bagus lagi bila ibu imunisasi TT sebelum hamil.
Data menunjukkan bahwa di negara Indonesia masih banyak terjadi kasus tetanus baik pada bayi maupun ibu setelah melahirkan. Jadi sangat wajar apabila pemerintah melalui Kantor Urusan Agama (KUA) mewajibkan agar para wanita yang akan menikah untuk diberikan imunisasi TT. Tempat persalinan yang kurang bersih dan steril menjadi penyebab utama terjadinya tetanus. Jadi pada dasarnya, tujuan imunisasi TT sebelum nikah dilakukan agar ketika bunda hamil lalu melahirkan ditempat yang tidak bersih dan steril tidak mengakibatkan terkena tetanus saat tali pusar bayi diputuskan.
Untuk mencapai sasaran dilakukan kemitraan dengan program kesehatan lainnya seperti pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), gizi, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Khususnya hambatan yang berupa rumor dan isu-isu negatif tentang imunisasi, maka diperlukan penyampaian informasi bahwa vaksin yang disediakan pemerintah aman, telah melalui tahapan-tahapan uji klinik dan izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Vaksin yang dipakai program imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan International WHO dan lolos PQ (praqualifikasi).”
Secara ideal setiap WUS mendapatkan Imunisasi TT sebanyak 5 kali (Long life) mulai dari TT I sampai dengan TT V. Bagi pembaca yang berstatus sebagai WUS tentu perlu mengetahu sampai saat ini status Imunisasinya sampai tahap apa, dapat diketahui dengan beberapa pentunjuk dalam tulisan berikut ini. Dalam Sistem Informasi Posyandu (SIP) yang dikembangkan oleh Kabupaten Kulon Progo telah diberikan beberapa definisi untuk dapat mengisi format yang ada di SIP tersebut.
Penentuan status imunisasi WUS dibedakan kelahiran WUS pada tahun 1979 sampai dengan tahun 1993 dan WUS yang lahir setelah tahun 1993, dimana tahun 1979 adalah tahun dimulainya program imunisasi dasar lengkap dan tahun 1993 adalah tahun dimulainya Bulan Imunisasi Anak Sekolah.
Untuk WUS yang lahir pada tahun 1979 sampai dengan tahun 1993 dan ingat jika pada saat sekolah SD dilakukan imunisasi, maka status imunisasinya :
a.TT I adalah waktu imunisasi di klas I SD;
b.TT II adalah waktu imunisasi di klas II SD;
c.TT III adalah waktu imunisasi calon pengantin (caten) ;
d.TT IV adalah waktu imunisasi pertama pada saat hamil; dan
e.TT V adalah waktu imunisasi kedua pada saat hamil.
f.WUS yang lahir pada tahun 1979 sampai dengan tahun 1993 namun tidak ingat pada
waktu sekolah SD dilakukan imunisasi, maka status imunisasinya :
a.TT I adalah waktu imunisasi caten pertama;
b.TT II adalah satu bulan setelah TT I;
c.TT III adalah waktu imunisasi pertama pada saat hamil; dan
d.TT IV adalah waktu imunisasi kedua pada saat hamil.
WUS yang lahir yang lahir setelah tahun 1993 yang tidak mempunyai KMS Balita dan kartu TT di SD, maka status imunisasinya :
a.TT I adalah waktu imunisasi caten pertama;
b.TT II adalah satu bulan setelah TT I;
TT III adalah waktu imunisasi pertama pada saat hamil; dan
c.TT IV adalah waktu imunisasi kedua pada saat hamil.
WUS yang lahir yang lahir setelah tahun 1993 yang tidak mempunyai KMS Balita namun mempunyai kartu TT di SD, maka status imunisasinya :
a.TT I adalah waktu imunisasi di klas I SD;
b.TT II adalah waktu imunisasi di klas II SD;
c.TT III adalah waktu imunisasi caten yang pertama;
d.TT IV adalah waktu imunisasi pertama pada saat hamil; dan
e.TT V adalah waktu imunisasi kedua pada saat hamil.
WUS yang lahir yang lahir setelah tahun 1993, mempunyai KMS Balita dan mempunyai kartu TT di SD, maka status imunisasinya :
a.TT I sampai dengan TT IV dapat dilihat di KMS dan kartu TT; dan
b.TT V adalah waktu imunisasi pertama pada saat hamil.
Dengan mengetahui status imunisasi TT bagi wanita usia subur diharapkan dapat membantu program imunisasi dalam penurunan kasus penyakit tetanus khususnya bagi bayi yang baru lahir, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
PENGARUH STATUS IMUNISASI DASAR TERHADAP KEJADIAN STUNTING DAN GANGGUAN PERKEMBANGAN BALITA
Stunting merupkan bayi yang memiliki parameter TB/U dengan nilai z-score <-2SD yang dikategorikan pendek dan nilai z-score <-3SD yang dikategorikan sangat pendek. Tumbuh kembang balita dapat optimal bila sebagai orang tua dan tenaga kesehatan, dapat meningkatkan faktor-faktor yang membuat tumbuh kembang balita menjadi optimal salah satunya adalah mengurangi kerentanan terhadap penyakit dengan memberikan imunisasi. Pemberian imunisasi dasar sangat berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang bayi. Apabila anak memiliki status kesehatan kurang maka anak akan mengalami perlambatan tumbuh kembang. Anak yang mengalami penyakit kronis akan menyebabkan berkurangnya kemampuan anak untuk berkembang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh status imunisasi dasar terhadap kejadian stunting dan gangguan perkembangan balita di wilayah kerja Puskesmas Putat Jaya Surabaya. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional menggunakan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan teknik purposive sampling dengan besar sampel sebanyak 107 balita. Variable independent dalam penelitian ini adalah status imunisasi dasar, variable dependent adalah kejadian stunting dan gangguan perkembangan balita. Instrumen dalam penelitian ini adalah Kartu Menuju Sehat (KMS), lembar kuesioner, dan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Teknik analisa data yang digunakan adalah uji path analysis. Hasil penelitian menunjukkan status imunisasi dasar tidak lengkap dapat meningkatkan gangguan perkembangan melalui kejadian stunting pada balita di Puskesmas Putat Jaya Surabaya, hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji bahwa pengaruh tidak langsung (-0,022) lebih besar dari pengaruh langsung (-0,117). Sedangkan status imunisasi dasar tidak lengkap tidak meningkatkan kejadian stunting melalui gangguan perkembangan pada balita di Puskesmas Putat Jaya Surabaya, hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji bahwa pengaruh tidak langsung (0.038) lebih kecil dari pengaruh langsung (0.067). Upaya meningkatkan cakupan status imunisasi dasar lengkap perlunya peningkatan kembali program untuk memperkuat keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat dalam mekanisme pemantauan imunisasi melakukan imunisasi dasar sesuai dengan anjuran pemerintah dan diharapkan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan berbagai variabel baik dari faktor penyebab langsung dan tidak langsung pada stunting.