Kita pasti sering mendengar istilah hak guna bangunan, tetapi mungkin tak banyak yang tahu apa maksud dan manfaatnya.
Bahkan, beberapa orang tak bisa membedakan antara hak guna bangunan dengan sertifikat hak milik.
Padahal, keduanya memiliki pengertian dan kegunaan yang berbeda.
Mengetahui jenis-jenis sertifikat tanah dan bangunan sangatlah penting, apalagi bagi Anda yang ingin melakukan transaksi jual-beli tanah atau bangunan.
Secara umum, sertifikat tanah berfungsi menunjukkan hak kepemilikan properti. Sehingga jika sertifikat tidak terlampir saat transaksi jual beli, ada indikasi transaksi tersebut bodong.
Maka itu, penting bagi kita untuk mengetahui dengan jelas seluk-beluk hak guna bangunan.
Supaya tidak salah, simak penjelasannya di bawah ini.
- Pengertian Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak Guna Bangunan atau HGB merupakan kewenangan atau hak yang diberikan kepada individu atau lembaga oleh pemerintah, untuk menggunakan dan mengelola lahan yang bukan miliknya dalam waktu tertentu.
Lalu, berapa lama jangka waktu hak guna bangunan? Rata-rata mencapai 30 tahun dan dapat diperpanjang.
Biasanya, perpanjangan jangka waktu tersebut maksimal mencapai 20 tahun, asal memenuhi syarat dan pertimbangan khusus.
Jika melihat dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemegang HGB hanya memiliki hak atas bangunannya saja, itu pun dibatasi dalam jangka waktu tertentu.
Karena itu, banyak orang memanfaatkan properti berstatus hak guna bangunan untuk kebutuhan komersial.
Namun meskipun hanya digunakan dalam waktu tertentu, tetapi jenis properti semacam ini memberi timbal balik yang besar.
Lantas, apa bedanya dengan Sertifikat Hak Milik (SHM)? Bukannya keduanya sama-sama bisa digunakan sebagai kebutuhan komersial?
Memang benar, tetapi keduanya tetap mempunyai sejumlah perbedaan yang cukup mendasar.
Sebelum membahas SHM, bagi Anda pemegang SHGB, ada kewajiban terkait sertifikat tersebut yang harus dipenuhi.
Apa saja? Berikut ulasan singkatnya.
- Kewajiban sebagai Pemegang HGB
Perlu diketahui sebelum memiliki SHGB, Anda akan dikenakan uang dengan jumlah dan cara pembayaran yang sudah ditetapkan.
Selanjutnya, Anda mempunyai hak untuk menggunakan bangunan atas tanah tersebut.
Namun, tetap harus digunakan dengan syarat yang sudah ditetapkan dalam keputusan perjanjian HGB.
Ketika hak guna bangunan telah habis masa berlakunya, maka Anda harus kembali menyerahkan tanah tersebut kepada pemegang Hak Pengelola serta mengembalikan SHGB ke Kepala Kantor Pertanahan
- Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan
Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, sebaiknya perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hak pengelolaan (“HPL”) dan hak guna bangunan (“HGB”).
Pasal 1 angka 3 PP 18/2021 mendefinisikan HPL adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL. Sehingga, singkatnya HPL merupakan hak yang diberikan oleh negara kepada subjek hukum untuk menguasai sebidang tanah.
Sedangkan, pengertian HGB dalam Pasal 35 ayat (1) UUPA adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atau dengan kata lain, HGB merupakan hak yang diberikan kepada subjek hukum yang bukan merupakan pemilik dari sebidang tanah, untuk memanfaatkan tanah tersebut dengan cara mendirikan bangunan dan jangka waktu maksimal 30 tahun.
Terkait HGB di atas HPL, pada dasarnya di atas tanah HPL yang pemanfaatannya diserahkan kepada pihak ketiga baik sebagian atau seluruhnya, dapat diberikan Hak Guna Usaha, HGB, dan hak pakai. Bahkan, jangka waktu HGB di atas HPL dapat diperpanjang dan pembaruan hak apabila sudah digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan.[1]
Lalu, apakah jangka waktu HGB dapat diperpanjang kembali? Bisa, atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan, jangka waktu dapat HGB dapat diperpanjang maksimal 20 tahun.[2]
Kemudian, timbul lagi pertanyaan apakah HGB yang sudah diperpanjang bisa diperpanjang kembali untuk kedua kalinya? Kami merujuk bunyi Pasal 37 ayat (1) PP 18/2021 sebagai berikut.
Hak guna bangunan di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
Lebih lanjut, Pasal 87 ayat (2) Permen ATR/BPN 18/2021 pun mengatur lebih khusus untuk HGB yang dibangun satuan rumah susun (apartemen) di atas HPL, maka jangka waktu pemberian, perpanjangan dan pembaruan dapat dilakukan sekaligus dengan jangka waktu akumulatif paling lama 80 tahun setelah memperoleh sertifikat laik fungsi.
Sehingga, HGB di atas HPL dapat diperpanjang kembali untuk kedua kalinya atau dengan kata lain dilakukan pembaruan hak untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Namun demikian, untuk bangunan apartemen pada HGB di atas HPL dapat dilakukan perpanjangan dan pembaruan hak sekaligus dengan jangka waktu akumulatif maksimal 80 tahun setelah mendapat sertifikat laik fungsi.
Selain itu, pemegang HGB yang akan melakukan perpanjangan maupun pembaruan hak perlu mendapatkan rekomendasi dari pemegang HPL. Pasal 13 ayat (2) PP 18/2021 menyebutkan setiap perbuatan hukum termasuk dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan terhadap hak atas tanah di atas HPL, memerlukan rekomendasi pemegang HPL dan dimuat dalam perjanjian pemanfaatan tanah.
Oleh karena itu, mengingat perpanjangan ataupun pembaruan hak merupakan perbuatan hukum terhadap hak atas tanah di atas HPL, maka pemohon wajib mendapatkan rekomendasi dari pemegang HPL terlebih dahulu.
Jangka Waktu HGB Berakhir, Bagaimana Nasib Apartemen?
Sejatinya, peraturan perundang-undangan tidak mengenal terminologi apartemen, melainkan rumah susun. Pasal 1 angka 1 UU 20/2011 memberikan pengertian rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Berdasarkan pengertian rumah susun tersebut, ada pembagian kepemilikan atas hak bersama dengan hak masing-masing pemilik atas satuan rumah susun (“sarusun”). Hak kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.[3]
Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, HGB, atau hak pakai di atas tanah negara, HGB atau hak pakai di atas tanah HPL diterbitkan SHM sarusun.[4]
Kemudian, patut Anda ketahui Indonesia menganut asas pelekatan vertikal, yaitu bahwa benda, bangunan yang berada di atas atau di bawah suatu bidang tanah merupakan satu kesatuan dengan tanahnya.[5] Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 571 KUH Perdata bahwa hak milik atas sebidang tanah mengandung didalamnya, kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan didalam tanah.
Adapun SHM sarusun sendiri merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:[6]
- salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang menunjukan sarusun yang dimiliki; dan
- pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan.
Sehingga, meskipun kepemilikan atas SHM sarusun bersifat perseorangan atau terpisah, ini tidak dapat dipahami sebagai kepemilikan mutlak sebagaimana kepemilikan pada suatu tanah pada umumnya.[7] Sebab, terdapat pula hubungan hukum satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara SHM sarusun dengan tanah bersama, bagian bersama, dan benda bersama.
Dengan demikian, legalitas sebuah SHM sarusun (unit apartemen) melekat pada hak atas tanah (HGB di atas HPL).[8] Jadi, jika sebuah apartemen pada HGB di atas HPL yang jangka waktu HGB telah berakhir, hak atas tanah tersebut kembali kepada pemegang HPL dan SHM sarusun yang melekat pada HGB juga berakhir atau tidak berlaku.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
- Pokok-pokok Agraria;
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
- Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak
- Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
- Pendaftaran Tanah;
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
- Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara
- Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak atas Tanah.
Referensi:
Abraham Yazdi Martin, Kepastian Hukum Hak Kebendaan atas Hak Milik Sarusun. Jurnal Living Law, Vol. 9, No. 1, 2017;
M. Rizqi Saputra, dkk. Status Hukum Pemegang Satuan Rumah Susun Setelah Berakhirnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan.
Universitas Islam Kalimantan MAB, 2021.
[1] Pasal 138 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
[2] Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
[3] Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU 20/2011”)
[4] Pasal 47 ayat (1) UU 20/2011
[5] Abraham Yazdi Martin, Kepastian Hukum Hak Kebendaan atas Hak Milik Sarusun. Jurnal Living Law, Vol. 9, No. 1, 2017, hal. 18
[6] Pasal 47 ayat (3) UU 20/2011
[7] Abraham Yazdi Martin, Kepastian Hukum Hak Kebendaan atas Hak Milik Sarusun. Jurnal Living Law, Vol. 9, No. 1, 2017, hal. 22-23
[8] M. Rizqi Saputra, dkk. Status Hukum Pemegang Satuan Rumah Susun Setelah Berakhirnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan. Universitas Islam Kalimantan MAB, 2021, hal. 9
- Kelebihan dan Kekurangan HGB
Dari penjelasan di atas, Anda pasti sudah bisa menebak apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari hak guna bangunan, bukan?
Namun agar tidak keliru, berikut kami jabarkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari jenis sertifikat itu.
Kelebihan HGB
Karena tidak memiliki hak dan kewenangan sebesar SHM, harga jual properti bersertifikat HGB biasanya lebih murah, sehingga tidak perlu menyiapkan dana terlalu besar ketika ingin membelinya.
Properti bersertifikat hak guna bangunan cocok untuk Anda yang menetap dalam jangka waktu tertentu, serta dapat dimanfaatkan sebagai tempat membuka usaha.
Bagi warga negara asing, properti HGB dapat dijadikan tempat tinggal atau tempat usaha berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Kekurangan HGB
Penggunaan HGB hanya berlaku hingga 30 tahun. Bisa diperpanjang hingga 20 tahun ke depan dengan mengajukan pemenuhan beberapa syarat.
Memiliki sertifikat HGB tentu tidak sebebas memiliki sertifikat SHM. Pemegang HGB tidak bisa seenaknya mengubah atau mengalihfungsikan bangunan yang ia miliki, tanpa izin atau persetujuan dari pemilik tanah.
Mengubah HGB menjadi SHM
Membeli properti berstatus hak guna bangunan sebenarnya tidak semerta-merta membuat kita rugi kok.
Apalagi jika properti tersebut dibeli sesuai aturan serta difungsikan secara baik dan tepat.
Sehingga, tidak perlu berkecil hati jika properti yang Anda miliki hanya dilengkapi dengan sertifikat hak guna bangunan.
Lagipula, Anda bisa mengubah jenis sertifikat HGB menjadi SHM.
Caranya dengan mengajukan permohonan perubahan status properti dari HGB ke SHM ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Hal itu sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Agraria No.2/1998.
Namun, sebelum mengajukan permohonan ke BPN, ada baiknya Anda menyiapkan segala persyaratan yang akan diminta oleh pihak berwenang, seperti:
Sertifikat asli HGB (yang statusnya akan diubah);
- Fotokopi IMB;
- Surat pengantar lurah (PM1) setempat;
- Identitas diri;
- Fotokopi SPPT PBB;
- Surat permohonan kepada kepala pertahanan setempat;
- Surat pernyataan jika Anda tidak memiliki 5 bidang tanah dengan
- luas kurang dari 5000 meter persegi; serta
- Membayar biaya perkara peralihan hak guna bangunan ke sertifikat hak milik.
- Perhitungan biaya perkara ini juga bisa dicari, rumus yang biasa dipakai adalah 2% x (NJOP tanah – Rp60 juta).
Agar lebih mudah, Anda bisa mewakilkan pengajuan tersebut menggunakan jasa notaris.
Namun, proses pengalihan hak guna bangunan ke sertifikat hak milik tidak bisa dilakukan dalam waktu semalam.
Pasalnya, proses ini harus melalui beberapa tahap verifikasi terlebih dahulu, seperti halnya tahap roya.
Roya adalah tahap di mana dilakukan pembebasan hak tanggungan atas lahan yang sedang diajukan.
Proses ini memakan waktu rata-rata hingga 5-7 hari kerja. Setelah selesai, barulah Anda masuk ke tahap mengurus peningkatan hak.
Sertifikat SHM sendiri baru akan terbit setelah kurang lebih seminggu setelah pengurusan peningkatan hak.
Cara Perpanjang HGB
- Anda pun bisa memperpanjang HGB dengan cara yang mudah.
- Namun perlu digarisbawahi, pengajuan perpanjangan HGB paling lama dilakukan 2 tahun sebelum masa berlakunya selesai.
- Apabila terlewat maka status HGB akan mati dan biaya perpanjangannya menjadi lebih mahal.
- Biaya perpanjangan HGB tergantung pada harga tanah per meter perseginya. Jika ingin mengajukan perpanjangan selama 20 tahun, maka rumusnya adalah:
- 3% x Luas Tanah x Harga Tanah pada tahun ke-31 + dana landreform sebesar 50%.
- Sedang, untuk Anda yang ingin menambah tenor HGB 30 tahun, rumus perhitungannya sebagai berikut:
- 4,5% x Luas Tanah x Harga Tanah pada tahun ke-31 + dana landreform sebesar 50%.
- Lakukan pengajuan perpanjangan hak guna bangunan di kantor pertanahan setempat.
- Jangan lupa menyertakan beberapa dokumen seperti KTP, fotokopi HGB, dan surat keterangan pendaftaran tanah, ya.
- Dokumen-dokumen tersebut penting, karena biasanya akan diminta sebagai syarat pengajuan perpanjangan.
- Perhatikan HPL Sebelum Perpanjang HGB
hak pengelolaan - Selain biaya, ada satu hal lagi yang perlu Anda perhatikan sebelum memperpanjang status hak guna bangunan.
- Hal itu adalah kebersediaan individu atau instansi pemegang Hak Pengelolaan (HPL) bangunan tersebut.
- HGB memang bisa diperpanjang atau diubah menjadi SHM, tetapi ini tidak bisa terlaksana jika tidak mendapat izin dari pemegang HPL.
- Bahkan, hal tersebut bisa menjadi bumerang bagi pemegang HGB.
- Karena nilai aset propertinya berisiko mengalami penurunan, serta hak atas bangunan tersebut bisa hilang sewaktu-waktu.
- Karena itu, cermatlah sebelum kamu membeli sebuah properti.
- Perhatikan status dari bangunan tersebut, apakah milik negara, HPL, atau hak milik pribadi.
- Apalagi jika Anda berniat untuk merombak atau mendirikan bangunan lain, maka statusnya perlu diperhatikan.
- Jangan lupa, lakukan transaksi jual-beli secara tertulis dan disaksikan oleh pejabat berwenang seperti notaris.
- Demikian penjabaran lengkap mengenai hak guna bangunan, sertifikat hak milik, hingga cara mengubah HGB menjadi SHM.