Setiap orang memiliki masalah kesehatan tertentu seperti anak mengalami terlambat bicara, keterbatasan fisik maupun kognitif. Dalam meningkatkan kemandirian pada pasien berkebutuhan khusus sering dianjurkan mengikuti terapi okupasi.
Terapi ini membantu anak yang mengalami speech delay sehingga meningkatkan tumbuh kembangnya. Sementara pada lansia atau orang dewasa, terapi ini digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan agar mampu menjalankan kegiatan sehari-hari. Adapun definisi, siapa saja yang membutuhkan terapi serta prosedur perawatannya bisa disimak di bawah ini!
Definisi Terapi Okupasi
Laman Kementerian Kesehatan mendefinisikan terapi ini sebagai perawatan yang memiliki tujuan untuk membantu seseorang yang mempunyai keterbatasan fisik, kognitif dan mental.
Tujuan utamanya adalah agar pengidap tidak tergantung dengan orang lain saat menjalani kehidupan sehari-hari.
Pada anak, terapi dapat membantu mereka belajar, bermain hingga berkomunikasi. Terapi terlambat bicara serta kemampuan anak untuk lebih meningkatkan sensorik dan kognitif.
Dalam menjalankan terapinya, terapis akan melihat fungsi fisik, psikologis dan sosial individu dalam program aktivitas terstruktur. Inilah alasan terapi yang dijalankan oleh anak akan berbeda dengan lainnya atau pasien yang mengalami cedera.
Siapa Saja yang Membutuhkannya?
2. Siapa Saja yang Membutuhkannya
Terapi okupasi bisa diberikan kepada segala usia mulai dari bayi, balita yang mengalami terlambat bicara, orang dewasa bahkan lansia.
Dokter nantinya akan melakukan identifikasi terlebih dulu sejauh mana pasien mengalami kesulitan dalam beraktivitas sehari-hari. Adapun kondisi pasien yang membutuhkan terapi ini antara lain ialah:
Pasien yang berada dalam masa pemulihan dan kembali bekerja usai mengalami cedera
Orang yang terlahir dengan gangguan fisik dan mental seperti spina bifida
Pengidap penyakit kronis seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), arthritis atau multiple sclerosis
Pasien yang memiliki ketidakmampuan belajar atau perkembangan yang tidak normal
Pengidap kesehatan mental maupun masalah perilaku seperti gangguan makan, pengidap alzheimer, stres pasca trauma dan lainnya
Autisme dan amputasi
Pasien yang mengalami pemulihan pasca-operasi
Seseorang yang memiliki luka bakar dan kesulitan dalam beraktivitas sehari-hari
Individu yang mengalami gangguan keseimbangan atau penurunan penglihatan
Anak dengan down syndrome atau cerebral palsy
Manfaat Terapi Okupasi
Dalam menjalani terapi terlambat bicara atau lainnya umumnya dilakukan tiga kali dalam seminggu.
Manfaat dari melakukan terapi ini antara lain mengurangi rasa sakit atau cacat yang membuat penderitanya kesulitan melakukan pekerjaan tertentu serta menangani cedera.
Prinsip utamanya adalah melibatkan pasien secara keseluruhan dalam proses penyembuhan. Adapun manfaat dari terapi ini antara lain ialah:
Meningkatkan kemandirian pasien dalam produktivitas atau bekerja
Peningkatan kemandirian pasien dalam memanfaatkan waktu luang
Mampu meningkatkan kemandirian pasien dalam mengerjakan aktivitas sehari-hari
Pasien dengan kebutuhan khusus setelah mengikuti terapi ini bisa meraih hal-hal spesifik misalnya makan tanpa bantuan orang lain, mandi atau ganti pakaian maupun mulai bisa berkomunikasi bila sebelumnya mengalami terlambat bicara.
3. Prosedur Terapi Okupasi
Melansir dari laman WFOT tahapan prosedur terapi ini terbagi menjadi empat tingkatan yakni:
Penilaian
Dalam tahap ini terapis akan mencari tahu kemampuan pasien dan seperti apa lingkungannya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui masalah yang pasien alami terkait aktivitas yang dilakukan.
Selama masa pengamatan terapis akan menanyakan beberapa pertanyaan langsung ke pasien maupun orang-orang penting di sekitarnya.
  1. Perencanaan
Hasil dari penilaian ini menjadi dasar dalam menentukan perencanaan terapi baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Rencananya sesuai dan tepat dalam tahap perkembangan seseorang, peran, kebiasaan dan gaya hidup.
2.Intervensi
Terapi dirancang untuk memfasilitasi pasien dalam berkegiatan sehari-hari sehingga ia mampu beradaptasi dalam bekerja, bersosialisasi dan lingkungan tempat tinggalnya. Tahap intervensi menurut laman NHS North Bristol meliputi beberapa hal yakni:
Mengatur lingkungan tempat tinggal yang aman
Terapis memastikan fasilitas pemulangan pasien dari faskes bila terapi dilakukan di rumah sakit
Memastikan apakah pasien perlu melakukan rehabilitasi lanjutan di rumah atau tidak
Meningkatkan atau mempertahankan tingkat fungsional
Kerjasama
Terapi okupasi melibatkan banyak pihak tidak hanya dari tim medis dan profesional saja. Kerjasama pihak lainnya seperti keluarga dan pengasuh sangat diperlukan agar mampu mencapai keberhasilan target terapi yang diinginkan.
Lalu dimana terapi ini bisa dilakukan? Terapi bisa Anda lakukan di rumah sakit atau klinik yang menyediakan layanan kesehatan ini. Salah satunya adalah di Klinik Armedika yang berada di Komp. Ruko Gading Bukit Indah, Jl. Gading Kirana I No.10, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.
Fasilitas yang ada di klinik ini antara lain lahan parkir yang lapang, menyediakan ruang bermain anak, ruang terapi dan ruang tindakan yang nyaman dan dilengkapi AC. Anda bisa menentukan janji temu untuk menghemat waktu antrian atau melakukan konsultasi online bila ragu langsung menjalani terapi.
Klinik Armedika selain menyediakan terapi okupasi juga menawarkan layanan kesehatan lainnya seperti vaksinasi, terapi untuk speech delay, layanan umum hingga THT. Layanan komprehensif didukung tenaga kesehatan profesional dengan pembayaran yang fleksibel.
Mengenal Terapi Sensori Integrasi untuk Tumbuh Kembang Anak
Parents, Kini Terapi Wicara Bisa Dilakukan di Rumah
Macam-macam Terapi untuk Mendukung Tumbuh Kembang Anak
Peringatan dan Larangan Terapi Okupasi
Terapi okupasi terdiri dari berbagai latihan untuk memaksimalkan kemampuan fisik seseorang agar ia dapat beraktivitas dengan mandiri dan merawat diri sendiri meski ia hidup dengan keterbatasan fisik. Terapi ini tidak memiliki pantangan khusus dan dapat dilakukan siapa saja, baik anak-anak, dewasa, atau lansia.
Sebelum Terapi Okupasi
Sebelum menjalani terapi okupasi, pasien akan diminta untuk menjalani rangkaian pemeriksaan. Bila diuraikan lebih lanjut, rangkaian pemeriksaan tersebut adalah:
  • Melakukan tanya jawab untuk mendapatkan informasi seputar usia, riwayat kesehatan atau hasil diagnosis dari dokter, dan kegiatan sehari-hari
  • Memeriksa gejala fisik yang timbul, tanda-tanda vital, kondisi psikologis, dan seberapa parah keterbatasan fisik pasien akibat kondisi yang dialaminya
Jika diperlukan, terapis bisa datang ke rumah pasien untuk memberikan saran pemasangan alat-alat untuk menunjang kegiatan pasien. Sebagai contoh, terapis akan meminta keluarga untuk memasang pegangan di toilet agar pasien lebih mudah ketika menggunakan kloset dan tidak gampang terjatuh.
Prosedur Terapi Okupasi
Terapi okupasi dilakukan di rumah sakit atau klinik yang menyediakan program ini. Berbagai latihan yang diberikan kepada pasien selama terapi dapat berbeda-beda. Contohnya, setelah mengalami stroke, sebagian anggota tubuh pasien bisa kaku sehingga pergerakannya terbatas.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, terapis dapat melatih pasien melakukan gerakan-gerakan guna mengembalikan kekuatan ototnya. Pasien akan dilatih untuk melakukan hal-hal sederhana, seperti, menulis, menyikat gigi, atau mengikat sepatu.
Sementara itu, terapi okupasi pada anak-anak dapat dilakukan untuk mendukung tumbuh kembangnya. Melalui terapi okupasi, terapis dapat melatih anak untuk:
  • Mengembangkan keterampilan motorik, seperti memegang atau melepaskan mainan, dan menulis
  • Meningkatkan koordinasi antara mata dan tangan sehingga anak dapat menyalin tulisan
  • Menguasai keterampilan dasar, seperti mandi, berpakaian, belajar, bermain, dan makan atau minum sendiri
Setelah Terapi Okupasi
Setelah terapi okupasi, pasien bisa kembali ke rumah dan beraktivitas seperti biasa. Penting untuk diingat, terapi okupasi tidak dapat memberikan hasil yang instan. Oleh karena itu, pasien perlu bersabar dan memahami bila terapi ini perlu dilakukan secara bertahap.
Secara keseluruhan, rangkaian terapi okupasi dapat berlangsung selama beberapa minggu, bulan, atau tahun, tergantung pada kondisi pasien. Oleh sebab itu, pasien perlu konsisten dalam menjalani perawatan ini guna mendukung keberhasilannya.

By Tina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *